Welcome to our website

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum. ed ut perspiciatis unde omnis iste.

KAMI BERBEDA TAPI TETAP SAMA

KAMI BERBEDA TAPI TETAP SAMA

Minggu, 24 November 2013

Pendekatan pengajaran apa yang sesuai bagi mereka ( Anak Tuna Rungu - Wicara ) ?


Bina Persepsi bunyi dan irama merupakan khusus yang wajib diberikan pada setiap anak tuna wucara yang bersekolah di SLB
Bina persepsi bunyi dan irama adalah pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dialakukan dengan sengaja atau tidak sehingga pendengaran serta vibrasi yang dimiliki anak tuna rungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia disekelilingnya yang penuh bunyi.
Bina Persepsi bunyi dan irama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelajaran bahasa, Oleh karena itu sebaiknya digunakan metode yang juga dipergunakan dalam pelajaran bahasa.
Pengajaran bahasa kepada anak tuna rungu pada umumnya berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak membutuhkan komunikasi secara langsung dengan dunia disekelilingnya, mereka ingin bercakap. Jadi pendekatan percakapan yang dalam hal ini anak dapat secara langsung aktif menggunakan bahasa adalah cara yang terbaik. Dalam percakapan ini anak akan menemukan sendiri aturan dalam berbahasa, penemuan sendiri merupakan pengalaman yang tak ternilai karena pada suatu hari nanti anak akan mencoba menggunakan penemuannya itu pada situasi yang sama. Lewat percakapan anak tuna rungu terus menerus mendapat kesempatan memproses bahasanya karena kemampuan berbahasa merupakan hasil perjuangan yang tiada henti-hentinya atas dasar kesalahan dan koreksi-koreksi. Inilah cara belajar siswa aktf ( CBSA ) dengan pendekatan ketrampilan memproses perolehan, jadi bila ingin berhasil dalam melakasanakan bina persepsi bunyi dan irama hendaknya menggunakan metode yang berorientasi pada cara belajar siswa aktif dan pendekatan ketrampilan memproses perolehan.
Adapun cara mengaktifkan anak dalam bina persepsi bunyi dan irama adalah anak diberi tugas dan kita  buat bermacam-macam demonstrsi sehingga anak dapat menemukan sendiri adanya berbagai macam bunyi.
Penemuan ini akan mendorong anak untuk semakin ingin mencari dan ingin tahu terhadap seluk beluk dunia bunyi karena anak mengalami sesuatu yang menyenangkan.

Faktor Penyebab Tunarung-Wicara
 
Menurut Sardjono (1997:10-20) mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat
dibagi dalam:
1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
    a) Faktor keturunan
    b) Cacar air, campak (Rubella, Gueman measles)
    c) Terjadi toxaemia (keracunan darah)
    d) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
    e) Kekurangan oksigen (anoxia)
    f) Kelainan organ pendengaran sejak lahir
2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
    a) Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
    b) Anak lahir pre mature
    c) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
    d) Proses kelahiran yang terlalu lama
3) Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)
    a) Infeksi
    b) Meningitis (peradangan selaput otak)
    c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
    d) Otitis media yang kronis
    e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Menurut Trybus (1985) dalam Somat dan Hernawati (1996:27) mengemukakan enam penyebab ketunarunguan yaitu :
1) Keturunan
2) Penyakit bawaan dari pihak ibu
3) Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
4) Radang selaput otak (mengikis)
5) Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)
6) Penyakit anak-anak berupa radang atau luka-luka
(core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12345306.pdf‎)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA.

                                                                         BAB I
                                                           KETENTUAN UMUM

                                                                       Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.         Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
2.         Satuan pendidikan luar biasa adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan luar biasa.
3.         Rehabilitasi adalah upaya bantuan medik, sosial, pendidikan dan keterampilan yang terkoordinasi untuk melatih peserta didik yang menyandang kelainan agar dapat mencapai kemampuan fungsionalnya setinggi mungkin.
4.         Anak didik adalah peserta didik pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa.
5.         Siswa adalah peserta didik pada Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Luar Biasa.
6.         Orang tua adalah ayah dan/atau ibu atau wali peserta didik yang bersangkutan.
7.         Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
8.         Menteri lain adalah Menteri yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan luar biasa di luar lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

Pasal 2

Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.

                                                                        BAB III
                                              JENIS KELAINAN PESERTA DIDIK

                                                                       Pasal 3

(1)       Jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan perilaku.
(2)       Kelainan fisik meliputi:
            1.tuna netra;
            2.tuna rungu;
            3.tuna daksa;
(3)       Kelainan mental meliputi :
            1.tuna grahita ringan;
            2.tuna grahita sedang;
(4)       Kelainan perilaku meliputi tuna laras.
(5)       Kelainan peserta didik dapat juga berwujud sebagai kelainan ganda.

BAB IV
BENTUK SATUAN DAN LAMA PENDIDIKAN

Pasal 4

Bentuk satuan pendidikan luar biasa terdiri atas :
1.Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB);
2.Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB);
3.Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB); dan
4.Bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.

                                                                       Pasal 5

Lama pendidikan pada:
1.Sekolah Dasar Luar Biasa sekurang-kurangnya enam tahun;
2.Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa sekurang-kurangnya tiga tahun; dan
3.Sekolah Menengah Luar Biasa sekurang-kurangnya tiga tahun.

                                                                       Pasal 6

(1)       Pada pendidikan prasekolah, satuan pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan dalam Taman Kanak-kanak Luar Biasa.
(2)       Lama pendidikan Taman Kanak-kanak Luar Biasa satu sampai tiga tahun.

                                                                        BAB V
                                          SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN

                                                                       Pasal 7

(1)       Pendirian satuan pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat harus memenuhi persyaratan :
            1.         sekurang-kurangnya lima orang peserta didik;
            2.         tenaga kependidikan terdiri atas sekurang-kurangnya seorang guru kelas, dan seorang tenaga ahli;
            3.         kurikulum didasarkan atas kurikulum nasional yang ditetapkan oleh Menteri;
            4.         sumber dana tetap yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan pendidikan dan tidak akan merugikan siswa;
            5.         program rehabilitasi;
            6.         tempat belajar dan ruang rehabilitasi;
            7.         buku pelajaran dan peralatan pendidikan khusus;
            8.         buku pedoman guru; dan
            9.         peralatan rehabilitasi.
(2)       Pendirian satuan pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh masyarakat selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus pula memenuhi persyaratan penyelenggaranya berbentuk yayasan.
(3)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

                                                                       Pasal 8

(1)       Tata cara pendirian satuan pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat meliputi:
            1.         pengajuan permohonan pendirian kepada Menteri yang disertai persyaratan pendirian;
            2.         penelaahan terhadap permohonan tersebut pada butir 1; dan
            3.         penetapan pendirian.
(2)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

                                                                        BAB VI
                                            PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

                                                                       Pasal 9

(1)       Satuan pendidikan luar biasa menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)       Untuk membantu penyelenggaraan kegiatan pendidikan, pada setiap satuan pendidikan luar biasa dapat dibentuk kelompok ahli untuk membantu setiap penyelenggaraan pendidikan.
(3)       Pembentukan, susunan, tugas, dan fungsi serta pembinaan kelompok ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

                                                                       BAB VII
                                                               PENGELOLAAN

                                                                      Pasal 10

Pengelolaan pendidikan luar biasa sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri.

                                                                      Pasal 11

(1)       Pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan/tenaga ahli, kurikulum, buku pelajaran, peralatan pendidikan khusus, buku pedoman guru, tempat belajar dari ruang rehabilitasi dari satuan pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Menteri.
(2)       Pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan program rehabilitasi dan peralatan rehabilitasi dari satuan pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri lain.
(3)       Pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan gedung serta penyediaan tanah untuk Sekolah Dasar Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(4)       Pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan gedung serta penyediaan tanah untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa dan Sekolah Menengah Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Menteri.
(5)       Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kependidikan dan tenaga ahli, program rehabilitasi, buku pelajaran, peralatan pendidikan khusus, buku pedoman guru, peralatan rehabilitasi, tempat belajar, ruang rehabilitasi, tanah dan gedung beserta pemeliharaannya dari satuan pendidikan luarbiasa yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan tanggung jawab yayasan.
(6)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri lain yang terkait.
(7)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendengar pertimbangan Menteri.

                                                                      Pasal 12

(1)       Satuan pendidikan luar biasa yang didirikan oleh Pemerintah diselenggarakan oleh Menteri.
(2)       Satuan pendidikan luar biasa yang didirikan oleh masyarakat diselenggarakan oleh yayasan.
(3)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

                                                                      Pasal 13

(1)       Kepala Sekolah dari Satuan Pendidikan Luar Biasa bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, kegiatan rehabilitasi, administrasi sekolah, pembinaan guru dan tenaga kependidikan lainnya, tenaga ahli dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.
(2)       Kepala Sekolah dari Satuan Pendidikan Luar Biasa dapat dibantu oleh scorang Wakil Kepala Sekolah dalam rangka melaksanakan ketentuan ayat (1).
(3)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

                                                                      Pasal 14

(1)       Kepala Sekolah dari Satuan Pendidikan Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, kegiatan rehabilitasi, administrasi sekolah, pembinaan guru dan tenaga kependidikan lainnya, tenaga ahli dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana kepada Menteri.
(2)       Kepala Sekolah dari Satuan Pendidikan Luar Biasa yang diselenggarakan oleh masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, kegiatan rehabilitasi, administrasi sekolah, pembinaan guru dan tenaga kependidikan lainnya, tenaga ahli dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana kepada yayasan yang menyelenggarakan satuan pendidikan luar biasa yang bersangkutan.
(3)       Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah berlanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan gedung serta pemeliharaan tanah kepada Pemerintah Daerah.
(4)       Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa dan Sekolah Menengah Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan gedung serta pemeliharaan tanah kepada Menteri.
(5)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) diatur oleh Menteri.
(6)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Pemerintah Daerah.

                                                                       BAB VIII
                                                                  KURIKULUM

                                                                      Pasal 15


(1)       Isi program kegiatan belajar pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa sedapat mungkin disesuaikan dengan program kegiatan belajar Taman kanak-kanak dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para anak didik yang bersangkutan.
(2)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dan yang berkenaan dengan bidang pengembangan agama diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Agama.

                                                                      Pasal 16

(1)       Isi kurikulum Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa dan Sekolah Menengah Luar Biasa merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan luar biasa.
(2)       Isi kurikulum Sekolah Dasar Luar Biasa sedapat mungkin disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
(3)       Isi kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa sedapat mungkin disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
(4)       Isi kurikulum Sekolah Menengah Luar Biasa sedapat mungkin disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
(5)       Kurikulum Sekolah Menengah Luar Biasa ditetapkan untuk menyiapkan siswanya agar memiliki keterampilan yang dapat menjadi bekal sumber mata pencaharian sehingga dapat mandiri di masyarakat.
(6)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur oleh Menteri dan yang berkenaan dengan bahan kajian dan pelajaran pendidikan agama diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Agama.

                                                                        BAB IX
                                                               PESERTA DIDIK

                                                                      Pasal 17

(1)       Untuk dapat diterima sebagai anak didik pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa sekurang-kurangnya berusia tiga tahun.
(2)       Untuk dapat diterima sebagai siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa sekurang-kurangnya berusia enam tahun.
(3)       Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa seseorang harus telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara.
(4)       Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Luar Biasa, seseorang harus telah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara.
(5)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri.

                                                                      Pasal 18

(1)       Peserta didik mempunyai hak:
            1.         memperoleh perlakuan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kelainannya;
            2.         memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya;
            3.         mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
            4.         memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan kelainan yang disandang dan persyaratan yang berlaku;
            5.         pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan kelainan yang disandang dan persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki;
            6.         memperoleh penilaian hasil belajar;
            7.         menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan; dan
            8.         memperoleh pelayanan khusus sesuai dengan jenis kelainan yang disandang.
(2)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

                                                                      Pasal 19

(1)       Peserta didik sebatas kemampuannya berkewajiban untuk:
            1.         ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban tersebut;
            2.         mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku;
            3.         menghormati guru, tenaga kependidikan lainnya dan tenaga ahli; dan
            4.         ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan sekolah.

(2)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. 

Model Pendidikan Bagi Tuarungu-wicara


Sesuai dengan karakterstik anak tunarungu-wicara yang hampir sedemikian rupa maka layanan yang diberikan untuk ABK penyandang tunarung-wicara adalah
1. Pendidikan Terpadu
    Model pendidikan terpadu bagi anak - anak penyandang tunarungu-wicara merupakan model pendidikan bagi anak - anak berkelainan pendengaran dan wicara atau tunarungu-wicara bersama dengan anak - anak normal lainnya di satu sekolah. Berdasarkan IQ anak tunarungu-wicara sama dengan anak normal lainnya namun hanya mengalami gangguan pada pendengaran dan wicara. Pada pendidikan terpadu sekolah formal menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi tunarungu-wicara bersama anak normal lainnya. Untuk pengajaran disekolah terpadu terdapat gguru tersendiri yang akan menangani anak tunarungu-wicara .
2. Pendidikan Khusus
    Model Pendidikan khusus berbeda dengan model pendidikan terpadu. Dalam pendidikan khusus anak tunarungu-wicara dipisahkan dengan anak normal lainnya yang sering disebut Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB untuk tunarungu-wicara di Indonesia dikenal dengan SLB-B. Pendidikan khusus ini ternyata tidak hanya terdapat pada pendidikan formal saja, tetapi terdapat pada yayasan - yayasan tertentu.

Minggu, 17 November 2013

PENGELOMPOKAN ANAK TUNA WICARA



Mungkin beberapa dari kita hanya menganggap semua anak tuna wicara itu sama, padahal pada realnya anak tuna wicara itu di bedakan menjadi beberapa kelompok :
1.  Keterlambatan bicara ( delsyed speech )
          Adalah seseorang anak yang mengalami keterlambatan dalam bicara dibanding dengan anak normal lainnya. pada umumnya perkembangana bicara anak normal diakhiri pada usia 6 tahun dimana pengucapan kata R harus sudah dapat diucapkan.
2. Gagap ( stuttering )
          Adalah kesulitan anak dalam memulai pembicaraan, dapat berupa pemanjangan fonom atau suku kata depan, pengulangan kata depan. Di samping itu dalam gerak mulut atau berbicara tetapi tidak keluar suara.
3. Kehilangan kemampuan berbahasa ( disphasi )
          Ada berbagai bentuk  kehilangan kemampuan berbahasa mulai dari adanya kesalahan dalam inti pembicaraan sampai tidak dapat berbicara bahasa lisan sama sekali.
4. Kelainan suara ( voice disorder )
          Kelainan ini ditandai dengan adanya perbedaan bicara secara normal, adapun kelainan suara ini meliputi :
- Kelainan nada ( pitch )
   dapat berupa nada tinggi, rendah, dan sedang
- Kelainan kualitas suara
   warna suara yang berupa serak, lemah, dan desah
- Kelainan keras lembutnya suara 
   dapat berupa suara keras dan suara lembut



CARA BERINTERAKSI DENGAN ANAK TUNA RUNGU-WICARA



Mungkin kebanyakan dari kita tidak tahu bagaimana cara berinteraksi dengan anak Tuna Rungu-Wicara apabila kita bertemu. Dia tidak bisa mengerti apa yang kita bicarakan terutama pada anak Tuna Rungu, sedangkna ana Tuna Wicara mungkin dapat mengerti, tapi bagaimana kalau kita bertemu dengan anak Tuna Rungu-Wicara apakah kita harus bersusah payah menggunakan bolpoint dan kertas agar kita dapat berkomunikasi denan mereka, atau dengan cara mengetik sms setiap perkataan kita yang ingin kita bicarakan pada mereka.
Tenang ada caranya tersendiri yakni dengan cara Bahasa Isyarat, Bahasa Isyarat adalah bahasa yang digunakan anak Tuna Rungu-Wicara untuk berkomunikasi dengan sesama ABK tingkat mereka. Tnpa sadar mungkin kita sudah belajar bahasa isyarat kepada teman – teman atau anak normal seperti kita, misalnya dengan kita melambai tangan. Itu merupakan salah satu isyarat kepada teman kita yang menandakan kita menyapa mereka dari jarak jauh.
 Banyak cara untuk belajar bahasa isyarat, salah satunya dengan belajar kepada anak Tuna Rungu-Wicara atau dengan mengikuti komunitas – komunitas yang memang berisi tentang dunia anak Tuna Rungu-Wicara. Dengan sering berlatih kita dapay berkomunikasi dengan mereka meski belum terlalu lancar dalam melaksanakan Bahasa Isyarat

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes